KENDARINEWS
-
Kendari, Semburan awan panas dan hujan abu Merapi telah membawa dampak langsung
para pelajar dan mahasiswa asal Sultra di Jogjakarta. Letusan Merapi pukul
00.30 WIB dua malam lalu menjadikan ratusan mahasiswa Sultra yang tinggal di
sektiar JL Kaliurang, Condong Catur hingga Maguwo panik. Wisma Haluoleo (Asrama
Mahasiswa Sultra), di JL Beo, Demangan, Sleman dikabarkan sudah tertutup debu
setebal 2 cm. Salah seorang mahasiswa asal Sultra, La Ode Yogi Ambarasaksi
melaporkan, sebelum letusan merapi dua malam lalu, para mahasiswa Jogja masih
merasa aman walau tetap dalam kewaspadaan tinggi jika sewaktu-waktu letusan Merapi
sampai di pusat kota Jogjakarta.
Menurut
Yogy, sebagian mahasiswa memilih bertahan di Wisma Haluoleo, walaupun di tempat
ini juga bukan lagi menjadi tempat yang aman karena tertutup debu. "Debu
sudah setebal 2 cm, itupun sebagian telah tergerus hujan. Jarak pandang
kira-kira 50-an meter. Masker sudah tidak sanggup menahan debu, kita bernapas
pasti tembus. Yang paling aman yang kita pakai jadi masker BH (bra). Kita
keluar di jalan juga banyak yang tabrakan karena pandangan terganggu
debu," tutur Yogy, kemarin.
Hal sama juga diutarakan Ketua Asrama Mahasiswa Sultra, Badrin. Badrin mengaku khawatir jika keadaan sekarang masih berlangsung satu atau dua pekan. Pasalnya, seluruh Jogjakarta saat ini tertutup debu dan sangat mengganggu kesehatan terutama pernapasan sementara, bantuan kesehatan hanya mereka dapatkan jika mereka sendiri pro aktif. "Sudah ratusan ribu orang yang jadi korban Merapi. Kami belum dianggap korban, padahal situasi juga sangat genting. Alhamdulillah, pemerintah daerah sudah memberi perhatian. Walaupun hanya sebatas dikunjungi," tutur Badrin.
Wisma Haluoleo menurut Badrin, saat ini dihuni lebih dari 100-an maahiswa. Sebagian dari mereka memilih tempat yang lebih aman lagi, atau tempat terjauh dari gunung Merapi. "Mahasiswa yang punya uang memilih tempat yang jauh-jauh, ada yang langsung ke Jakarta atau Surabaya. Kalau mahasiswa yang terbatas uangnya, terpaksa bertahan di Asrama," katanya.
Gubernur Sultra, Nur Alam mengaku telah mengutus Kepala Perwakilan Sultra di Jakarta, Drs Muhammad Zayat Kaimoeddin untuk memantau langsung keadaan para pelajar dan mahasiswa asal Sultra di Jogjakarta. Jika kondisinya benar-benar membutuhkan bantuan atau evakuasi, pemerintah akan memfasilitasi. "Kita butuh informasi yang detail. Makanya, saya sudah perintahkan kepala perwakilan ke Jogja. Kalau harus dievakuasi, mungkin kita carikan tempat yang lebih aman, apakah di daerah-daerah yang dekat Jogja atau sekalian Jakarta atau Surabaya. Kalau harus diturunkan tim medis, kita juga akan turunkan," kata Nur Alam, kemarin.(ong)
Hal sama juga diutarakan Ketua Asrama Mahasiswa Sultra, Badrin. Badrin mengaku khawatir jika keadaan sekarang masih berlangsung satu atau dua pekan. Pasalnya, seluruh Jogjakarta saat ini tertutup debu dan sangat mengganggu kesehatan terutama pernapasan sementara, bantuan kesehatan hanya mereka dapatkan jika mereka sendiri pro aktif. "Sudah ratusan ribu orang yang jadi korban Merapi. Kami belum dianggap korban, padahal situasi juga sangat genting. Alhamdulillah, pemerintah daerah sudah memberi perhatian. Walaupun hanya sebatas dikunjungi," tutur Badrin.
Wisma Haluoleo menurut Badrin, saat ini dihuni lebih dari 100-an maahiswa. Sebagian dari mereka memilih tempat yang lebih aman lagi, atau tempat terjauh dari gunung Merapi. "Mahasiswa yang punya uang memilih tempat yang jauh-jauh, ada yang langsung ke Jakarta atau Surabaya. Kalau mahasiswa yang terbatas uangnya, terpaksa bertahan di Asrama," katanya.
Gubernur Sultra, Nur Alam mengaku telah mengutus Kepala Perwakilan Sultra di Jakarta, Drs Muhammad Zayat Kaimoeddin untuk memantau langsung keadaan para pelajar dan mahasiswa asal Sultra di Jogjakarta. Jika kondisinya benar-benar membutuhkan bantuan atau evakuasi, pemerintah akan memfasilitasi. "Kita butuh informasi yang detail. Makanya, saya sudah perintahkan kepala perwakilan ke Jogja. Kalau harus dievakuasi, mungkin kita carikan tempat yang lebih aman, apakah di daerah-daerah yang dekat Jogja atau sekalian Jakarta atau Surabaya. Kalau harus diturunkan tim medis, kita juga akan turunkan," kata Nur Alam, kemarin.(ong)
Sekilas Seputar Jogja
Setelah meletusnya
Gunung Merapi tanggal 4 November 2010, yang
dasyat dari beberapa letusan sebelumnya, para pengungsi berusaha
menyelematkan diri sejauh mungkin dari daerah rawan Bencana. Desa Argowinangung,
yang merupakan Pusat posko Pusat Pengungsian dan Posko Di Universitas Islam Indoenesia
yang jaraknya 15 KM dari Kota Jogjakarta akhirnya ditinggalkan setelah status Daerah
Rawan Bencana di tingkatkan menjadi 20 KM dari Gunung Merapi. Beberapa tempat
di seputar Jogjakarta menjadi tujuan bagi para pengungsian, misalnya saja, Stadion
magowoharjo di Sleman, Gelanggang UGM dan Beberapa tempat lain. Posko bencana
Gelanggang UGM dengan menampung pengungsian sekitar 1000 KK dari beberap desa
dilereng Gunung Merapi, diantaranya desa Cangringan, Pakem, argowinangun dan
lain-lain sebagainya, jumlah yang relative sedikit dibanding dengan posko
Magowoharjo. yang merupakan titik pusat Pengungsian. Penulis adalah salah satu
Relawan di Posko Purna UGM jadi faham betul kondisi Para pengungsi dan beberapa
tempat lain yang menjadi tujuan tempat pengungsian.
Kota Jogjakarta dan sekitarnya dipenuhi
dengan Hujan Abu Vulaknik, titik terparah berada dijalan Kaliurang karena
sangat dekat Gunung merapi,sementara
untuk daerah lain misalnya condong Catur, Maguwo, Kejayan ( Jln Beo letak
Asrama Sultra ) tidak seperti yang diinformasikan dalam media Kendari Pos. Mahasiswa
Sultra yang berada di jalan Kaliurang KM 8-30, terpaksa mencari tempat-tempat
yang aman diwilayah kota Jogja untuk sementara waktu. misalnya Iin mahasiwa
Universitas islam Indonesia, lebih memilih ketempat Keluarganya diKota Gede,yang
berada kota Jogja. Ical, mahasiswa Asal Sultra,kostnya yang berada didaerah
dicondong catur, Sleman, biasa saja dengan hujan Abu vulkanik tidak seperti
yang digambarkan dalam media kendari Pos. Laical, menuturkan kalau Media
kendari Pos terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Hal senada
dikatakan oleh Ari, sapaan akrabnya, kalau infromasi dari media Kendari Pos itu
Perlu dikroscek kembali karena tidak sesuai dengan realitas, yang membuat
kwatir orang tua saja dikampung.
Penulis sendiri berpandangan bahwa media
Kendari Pos dalam mencari/ menggali informasi sangat tidak professional,
sehingga yang terjadi adalah seperti yang digambarkan diatas, Diluar dari fakta
dan Realitas dilapangan.
Dengan kondisi jogja,
Hujan Abu Vulkanik beberepa hari yang lalu, Awan Panas yang mengancam jiwa
masyarakat sewaktu-waktu dan kewaspadaan
terhadap Banjir Lahar dingin, sangat membuat khawatir orang tua yang anaknya
kuliah dijogja,sehingga banyak mahasiswa yang memilih meninggalkan kota Jogjakarta
untuk sementara waktu.Misalnya Laboy (MPW 01),Mahasiwa Hukum, Universitas
Janabadra memilih balik kekampung Halaman Kota raha, tetapi ada juga yang pergi kekota lain misalnya kekota Jakarta, bandung
dan Surabaya sebagai tempat pengungsian yang aman untuk sementara waktu. Namun
ada juga yang tetap bertahan dijogjakarta, mungkin melihat kondisi jogja yang
masih-masih aman-aman saja,artinya
dengan melihat radius Gunung Merapi,
untuk wilayah rawan bencana itu masih berada di 20 KM dari gunung merapi,
sementara untuk kota jogja kurang lebih 30-35 KM dari gunung merapi, itu
berarti jogja masih berada dalam wilayah yang aman, walaupun abu vulaknik
sewaktu-waktu akan turun ketika merapi meletus awan panas.
Mahasiswa sebagai generasi Muda yang
sangat memegan peranan penting bagi kemajuan bangsa dan Negara dan kemajuan
Sulawesi Tenggara pada khususnya, untuk itu Pemerintah Daerah Sulawesi
Tenggara, perlu dengan cepat dalam mengambil sebuah kebijakan berkaitan dengan
Keadaan mahasiswa Sulawesi Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar