A. Pendahuluan
Reformasi adalah sebuah perubahan yang
mendasar untuk membagun sebuah tatanan baru yang lebih baik dari pada
sebelumnya. Reformasi ini dinilai mencakup empat hal pokok. Pertama, visi
organisasi, yaitu arah yang dituju oleh organisasi di masa depan.Kedua,misi
organisasi, atau raison d’etre alias keberadaan, dari organisasi.ketiga, yang
menyangkut ancaman pilihan untuk melakukan reformasi dirung-ruang lingkup yang
lain. Disini reformasi mencakup pembenahan ulang manajemen organisasi. Keempat,
menyangkut budaya organisasi an sich. Misalnya mengubah budaya organisasi yang
KKN menjadi budaya organisasi yang professional. Dsini sudah masuk perihal
etika organisasi.[1]
Gerakan reformasi birokrasi itu belum
menghinggapi atmofir pemerintahan zaman reformasi sekarang. Gegap gempitanya
gerakan reformasi birokrasi tidak sedasyat gerakan anti korupsi. Padahal
korupsi itu terjadi karena lembaga birokrasinya yang kuat dan kebesarannya ini.
Reformasi birokrasi pemerintah tidak mungkin bisa dilakukan tampa didahului
oleh upaya pemerintah melakukan evaluasi atau penelitian melalui lembaga
pemerintahannya. Dari hasil evaluasi ini akan dihasilkan rekomendasi lembaga
organisasi mana yang masih efektif dan yang mana pula yang harus dihemat, atau
dilakukan penyusunan lembaga yang efektif.[2]
Birokrasi diawaki birokrat
professional karier (PNS), yang harus netral, kompeten, sejahtera, penuh
kesetiaan dan ketaatan kepada Negara, pemerintah dan masyarakat, serta bersatu
padu (solidarity and solidity),
bermental baik, berwibawa kuat,berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas
tinggi, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsure aparatur Negara, abdi
Negara dan abdi masyarakat yang selalu memperbaiki dirinya dalam dalam
memberikan pelayanan kepada Negara dan masyarakat..[3]
Ada sejumlah alasan mengapa
birokrasi tidak dapat tidak dapat berfungsi secara maksimal dan lancar
sebagaimana yang diharapkan, yaitu : ketakutan yang berlebihan “ terlalu
banyaknya personal yang khawatir akan kehilangan posisi mereka; kekhawatiran
akan hambatan karier dimasa depan; ketakutan terjebat dalam lingkaran setan
yang tidak berunjung pangkal, sekandal atau berbagai jenis tindakan yang
menyimpang lainnya. Oleh karena itu para anggota birokrasi seringkali
menerapkan strategi pertahanan yang sangat merugikan konsumen dan klien mereka.
Dengan sendirinya, keluhan dan tuntutan para konsumen dan klien ini secara
timbale balik akan memperbesar rasa takut yang sudah kian berakar.kalau kita
ingin meningkatkan efektivitas birokrasi, kita harus mampu kesan wajah angker
birokrasi tersebut. Kita harus menciptakan lembaga baru yang dapat melindungi
klien, organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.[4]
Untuk itu Reformasi birokrasi yang
dimaksudkan ialah adanya pembaharuan dan penyesuaian untuk membentuk kembali
pada maksud semula diadakannya birokrasi pemerintah, didefenisikan berbagai
kalangan melalui bermacam-macam angle, berkonotasi mencapai kebaikan birokrasi
pemerintah dinegara demokratis yang betul-betul bekerja sesempurna-sempurnanya,
berorentasi kepada kepentingan public dengan menerapkan manajemen yang semakin
modern.
Dilaksanakannya
reformasi birokrasi mengandung maksud agar birokrasi pemerintah selalu
berlangsung baik, sesuai dengan kebaikan prinsip-prinsip manajemen modern yang
semakin baik dalam melayani masyarakat yang memang merupakan subyek utama untuk
dilayani oleh birokrat professional karier ( PNS ) yang merupakan subyek
kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan ( outword looking ). Untuk itu pada
saat bersamaan, public bureaucracy / public governance yang terus menerus
mengadakan berbaikan dalam proses reorentasi internal ( Bintoro Tjokroamidjojo,
2000, h 26), sebagai inward looking-nya. Hal inilah termaksud yang disebut
lompatan peningkatan kualitas dan kekenyalan aparatur Negara.[5]
Program
Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI diluncurkan pada 18 September 2008. Program
Reformasi Birokrasi Kejaksaan ini berpedoman pada pada ketentuan/ peraturan/
juklak yang dikeluarkan oleh MENPAN. Sebagai persiapan pelaksanaan RB, pada
bulan Juni 2008 Jaksa Agung telah melaporkan kepada Presiden RI
tentang rencana launching Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI. Kemudian pada bulan
Agustus 2009 Jaksa Agung membentuk Tim Pengarah Reformasi Birokrasi
Kejaksaan RI dimana Wakil Jaksa Agung sebagai Ketua Tim Pengarah. Reformasi
Birokrasi Kejaksaan pada hakekatnya bukanlah hal yang baru sama sekali. Jauh
sebelum Panduan Reformasi Birokrasi dirampungkan, Kejaksaan telah mencanangkan
program Pembaruan, tepatnya pada hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli 2005. Sebagai
hasil dari Program Pembaruan pada tanggal 12 Juli 2007, telah ditandatangani 6
(enam) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia yang mencakup pembaruan di
bidang Rekrutment, Pendidikan dan Pelatihan, Standard Minimum Profesi Jaksa,
Pembinaan Karir, Kode Perilaku Jaksa serta pembaruan di bidang Pengawasan. Maka
bila dilihat dari panduan Reformasi Birokrasi yang dikeluarkan MENPAN, keenam
program pembaruan ini merupakan modal yang sangat besar bagi Kejaksaan untuk
melaksanakan Reformasi Birokrasi yang pada hakekatnya merupakan reformasi yang
sifatnya lebih menyeluruh dan menyentuh seluruh aspek organisasi. [6]
Tetapi sampai dengan sekarang reformasi
birokrasi di kejaksaan Agung Cuma hanya sebatas teoritis tidak ada implementasi
sama sekali. Karena kita tahu bahwa dalam lingkungan kejaksaan birokrasinya
terlalu besar ( Gemuk ) sehingga sangat susah sekali di pangkas.. Untuk itu
melalui reformasi birokrasi diharapkan kejaksanan lebih profesionalitas, akuntabilitas dan lebih berwibawa. untuk itu
bagaimana upaya yang harus dilakukan agar Kejaksaan Agung mampu melakukan
reformasi Birokrasi?
B. Reformasi Birokrasi Kejaksaan Agung.
Untuk melakukan
reformasi birokrasi, maka langkah yang awal yang perlu dilakukan adalah
mengenali masalahnya ( diagnosa ). Masalah yang dihadapi birokasi Di Indonesia
misalnya di kejaksaan Agung adalah : 1. Birokrasi Indonesia terlalu besar (
gemuk ), 2. Rekruitmen tidak didasarkan pada system Merid tetapi didasarkan pada
system politik, 3. Sistem pengawasan terlalu buruk, 4. Kekuasaan terlalu besar
atau Diskresi terlalu longgar.[7]
Birokrasi dalam kejaksaan Agung Indonsia itu sangat besar
sekali,dimana dalam satu bagian organisasi itu terdiri dari beberapa jaksa muda
dan beberapa esilon 2 dan lain lain sebaginya,dan struktur birokrasi tersebut
terlalu gemuk yang seharusnya itu bisa dirampingkan atau dipangkas, yang tentunya
membebani anggaran Negara.
Meritrokrasi dapat dengan ketat menerapkan tolak ukur
kualitas kualitas profesionalisme sejak staffing SDM aparatur terutama pada
segi rekrutmen dan penentuan persyaratan tugas personil, organizing terutama
dalam penugasan dan pemberian wewenang, sampai segala cara apresiasi mendukung
take home pay yang berdasarkan performance yang semakin meningkat. Semua itu
tampa mengabaikan segi masa kerja dan latar belakang pendidikan serta visi dan
misi bersama.dengan kesadaran tinggi secara bertanggung jawab demi masa depan
bangsa dan keberhasilan reformasi birokrasi, maka secara umum melalui penerapan
prinsip meritrokrasi akan membuka kesempatan luas untuk maju bagi SDM aparatur
yang visioner, unggul dan cakap serta menjadi arena pendorong kompetisi sehat
untuk maju. Yang pada intinya penerapan prinsip meritokrasi sangat menentukan
keberhasilan birokrasi pemerintah.[8]
Rekrutmen pegawai
negeri atau aparatur birokrasi merupakan dasar awal yang sangat menentukan
apakah sebuah organisasi birokrasi akan berisikan orang-orang yang kompeten dan
terbaik dibidangnya atau tidak. Agar tidak salah pilih, maka saja setiap
institusi birokrasi harus punya
perumusan yang jelas mengenai klasifikasi serta jabatan kepegawaian apa yang
harus ada dalam organisasinya dan kualifikasi macam apa yang harus dimiliki
oleh jabatan tersebut. Standar kualifikasi ini haruslah beutl-betul menjadi
patokan dalam penilaian kelulusan para calon aparatur birokrasi karena jika
tidak, maka buruknya kualifikasi dari satu komponen atau fungsi organisasi
birokrasi selalu akan berpengaruh terhadap kinerja dari komponen-komponen atau
fungsi-gungsi yang lain dan secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap
kinerja organisasi birokrasi.[9]
Kekuasaan dan Diskresi yan luas memang oleh Robert Kltigaard
dituduh sebagai penyebab terjadinya korupsi jika tidak diimbangi dengan adaya
akuntabilitas Publik. Bagimana kita bisa melihat ketika administrasi
pemerintahan selama pemerintahan orde baru, kuasaan dan diskresi pejabat
birokrasi menjadi tidak taktertandingi. Sehingga korupsi merupakan hal yang
tidak bisa terelakan. Makan solusi pemberantasan korupsi dikalangan berokrasi
pemerintah disarankan, agar kekuasaan dan diskresi itu dkurangi sementara akuntabilitas
public itu di giatkan. Diskresi dan kekuasaan yang ditenggarai sebagai biang
terjadinya korupsi itu jika kekuasaan dan diskresi itu menyalahi atau melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan. [10]
Korupsi dikalangan
kejaksaan sering saja terjadi bagaimana kita menyaksikan bahwa kosus korupsi
yang dilakukan oleh urip, yang merupakan salah satu dari kejaksaan Agung.
Begitu juga halnnya dengan system pengawan yang dilakukan dikejaksaan agung itu
tidak ketat, sehingga orang dengan mudah melakukan korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Paling
sedikit ada 11 kelemahan manajemen kepegawaian dewasa ini, sehingga tidak benar
dalam pelaksanaannya yaitu :`
- Pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.
- 2Struktur organisasi gemuk, sehingga identifikasi kebutuhan pegawai berdasarkan jenis keahlian dan keterampilan menjadi sulit.
- 3Kualifikasi perekrutan belum sesuai dengan formasi serta kualitasnya dibawah standar yang disebabkan karena rekrutmen model KKN.
- 4Ketidaktepatan penempatan pegawai dalam jabatan karena mengutamakan (orentasi ) persyaratan administrasi pada pangkat dan KUD, padahal pangkat tidak selalu sejalan dengan kompetensi.
- 5 Lemahnya penyusanan pola karier yang berakibat sangat menyulitkan identifikasi kebutuhan diklat.
- 6Obyektifitas system penilaian kerja dipertanyakan, termaksud belum diterapkannya job description secara rinci, padahal job description merupakan sumber informasi untuk pengecekan. Supervisors can use as basic for performance expectation and for guiding and monitoring individual performance ( Jai V. Chorpade, 1988,h 6 )
- 7Kenaikan pangkat belum didasarkan prestasi kerja, namun secara otomatis, sehingga bukan bagian dari “ reward system”.
- Program diklat masih berorentasi pada peningkatan kompetensi yang bersifat umum
- 9System imbalan bukan berfungsi sebagai bagian “ reward system”, karena besaran gaji ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya pangkat secara merata. Padahal pangkat tidak selalu terkait dengan kompetensi, beban tugas, tanggung jawab, budaya kerja dan sebagainya.
- 1Peraturan disiplin belum dilaksakan secara konsekuen
- 1Data base pegawai belum sesuai harapan untuk manajemen, terutama pembuatan perencanaan pegawai.[11]
Dari sebelas kelemahan tersebut, tentunya itu semua
dialami oleh birokrasi dindonesia termaksud halnya birokrasi kejaksaan. Agung.
Itu semua menjadi permasalahan birokrasi Indonesia, dimana hal menjebabkan
penyakit birokrasi, sehingga birokrasi tidak efektif dan efisien dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Dan tidak heran kalau dalam lembaga
birokrasi kejaksaan sering terjadi, penyalahgunnaan wewenang, penyuapan, sampai
dengan Korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ).
Kemudaian dalam birokrasi kita mengenal Patologi
birokrasi dimana merupakan penyakit dalam birokasi. Patologi itu yang dapat dikategorikan pada lima kelompok,
yaitu sebagai berikut :
- Patologi yang timbul karana persepsi dan gaya manajerial para pejabat dilingkungan birokrasi
- Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional,
- Patologi yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melangggar norma-norma hokum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat disfungsional atau negative.
- Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan[12]
Selain itu masalah strategis yang berasal dari lingkungan
internal bisa berupa struktur kelembagaan, penataan, dan kompetensi aparatnya,
ketatalaksanaan, teknologi administrasi ( sarana dan prasarana ), dan manajemen
birokrasi itu sendiri. Masalah yang berasal dari lingkungan eskternal bisa
berupa dinamika masyarakat dan tumbuh kembannya masalah yang dihadapi
masyarakat begitu cepat, perubahan kondisi masyarakat yang kurang berdaya
menjadi berdaya bahkan sangat berdaya, terjadi pergesaran paradigma berpikir ,
pergesaran paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
layanan masyarakat, dari sentralisasi kedesentralisasi dan lain sebagainya.[13]
Dari itu melalui kebijakan reformasi dalam
penataan organisasi ini, diharapkan dapat mewujudkan organisasi yang memenuhi
cirri-ciri sebagai berikut :
- Mempunyai strategi yang jelas
- Mempunyai flat atau toleransikan bersifat latar
- Organisasi ramping atau tidak terlalu banyak pembidanan secara horizontal.
- Organisasi bersifat jejaring ( networking )
- Organisasi bersifat fleksibel dan adaktif
- Organisasi banyak diisi jabatan-jabatan fungsional
- Organisasi menerapkan stategi “ Learning Organization”.[14]
Kemudian untuk
mengatasi masalah tersebut, birokrasi public terutama birokrasi Kejaksaan Agung
setidaknya harus seperti berikut
- Memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab
- Memiliki visi kedepan yang jelas, terutama mereka yang menduduki jabatan pimpinan
- Memiliki sikap dan perilaku yang baik, yang layak menjadi panutan masyarakat yang dilayaninya
- Memiliki manajemen yang andal berupa manajemen yang kondusif, kompetitif, responsive dan adaptif dalam menyelenggarakan pemerintahan., pembangunan dan layanan masyarakat.[15]
Salah satu penyebab mengapa birokrasi seringkali dituduh tidak
mampu menyesuaikan dengan perkembangan atau pembangunan, ialah karena birokrasi
masih kental dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak produktif. Sementara itu ada
yang menuduh erat kaitannya dengan sebab pertama ialah mentalitas pelaku
birokrasi kita yang memang sulit dikendalikan.[16]
Kemudian masalah lain adalah keberpihakan pegawai khususnya
kejaksaan Agung, kepada salah satu partai politik, dimana ini memperlemah
birokrasi pemerintahan.birokrasi kejaksaan dalam hal ini seharusnya lebih
professional, berwibawa dan lain sebagainya
Adapun upaya yang dilakukan oleh oleh kejaksaan agung dalam
melakukan reformasi birokrasi , yang merupakan suatu proses mendasar, antara
lain mencakup:
1. Aspek
kelembagaan (organisasi),
2. Ketatalaksanaan
(administration process) dan
3. Sumber
daya manusia (personil).
Masalah yang terkait aspek kelembagaan, meliputi
restrukturisasi organisasi dan tata laksana organisasi, serta aktualisasi serta
aturan-aturan internal kejaksaan ri, diharapkan pada tahun 2025 telah tuntas,
sehingga pada tahun 2025 tersebut reformasi birokrasi sudah dapat berjalan
secara efektif. Perbaikan dan pembenahan yang menyangkut aspek kelembagaan
(organisasi) dan perangkat peraturan pelaksananya, diarahkan pada penerapan
sistem “miskin struktur namun kaya akan fungsi”, yang tentunya memerlukan
upaya merubah pola pikir (mind set), budaya kerja (culture set) dan
perilaku (behavior) dari seluruh aparatur kejaksaan republik indonesia serta
perlunya aktualisasi peraturan-peraturan internal kejaksaan.
Masalah
yang berkaitan dengan ketatalaksanaan (administration process). Perlu
segera dilakukan evaluasi dan perbaikan perja-perja yang telah ada, sehingga
dapat ditemukan permasalahan atau hambatan yang terjadi, untuk segera dilakukan
upaya-upaya perbaikannya. Selanjutnya menerbitkan aturan pelaksana atau
petunjuk teknis dari perja-perja yang ada, sehingga peraturan yang telah dibuat
dapat diaplikasikan sesuai dengan maksud dan tujuannya serta manfaatnya dapat
dirasakan bersama.
Masalah
yang berkaitan dengan sumber daya manusia (personil). Peningkatan mutuatau
kualitas sumber daya manusia (sdm) adalah kebutuhan mendasar dan merupakan
salah satu aspek penting yang diperlukan oleh institusi kejaksaan dalam upaya
mewujudkan birokrasi yang kuat dan handal, terutama dalam menjalankan peran dan
fungsinya sebagai institusi publik yang dituntut mampu memberikan pelayanan
hukum yang prima kepada masyarakat. Sdm yang hendak dihasilkan atau
dicetak melalui pelaksanaan reformasi birokrasi kejaksaan ini adalah sdm yang
berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan
sejahtera. Namun, untuk mewujudkan sdm yang unggul dan berkualitas
tersebut tentulah tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, perlu
dilakukan usaha yang kuat dan sungguh-sungguh, agar masalah pemenuhan sdm yang
unggul ini tidak hanya sekedar menjadi jargon belaka, akan tetapi benar-benar
merupakan sesuatu hal yang dapat kita wujudkan bersama.[17]
Faktor yang bisa mendorong timbulnya referomasi birokrasi
pemerintah adalah sebagai berikut :
- Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaharuan;
- Memahami perubahan yang terjadi dilingkungan strategis nasional;
- Memahami perubahan yang terjadi dilingkungan strategis global;
- Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigm manajemen pemerintahan.[18]
Saya kira dengan adanya faktor pendorong tersebut reformasi
birokrasi di lingkungan kejagsaan agung bisa terwujud, tentunya dengan
perubahan yang lebih strategis guna membuat birokrasi kejaksaan lebih efektif
dan efesien dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dan bebas dari KKN.
Secara garis besar, langkah-langkah untuk melakukan
perubahan organisasi atau birokrasi adalah sebagai berikut :[19]
- Diagnosa masalah atau penyakit birokrasi ( pengumpulan informasi, pengenalan kondisi birokrasi dan identifikasi masalah )
- Merumuskan alternaltif pemecahan sementara
- Mengintervensikan atau mengujicobakan perubahan.
- Melembagakan perubahan tersebut.
Selain itu juga perlu ada stategi penguatan kapasitas
kelembagaan, penguatan kapasitas kelembagaan ( Capacility Building ) secara
konseptual dapat didekati dari sisi individu, system maupun kelembagaan. Dalam
kerangka melaksanakan capacity building, dari sisi pemerintah sangat di
tentukan oleh kemampuannya dalam merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya.[20]
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kejaksaan pada dasarnya
tidak berangkat dari titik nol, gagasan, kesadaran dan komitemen untuk
melakukan reformasi telah tumbuh dan berkembang sejak lama dan kemudian
memperoleh penguatan dengan dicanangkannya Agenda Pembaruan Kejaksaan pada
tahun 2005. Fakta sejarah ini memberikan dasar dan fundamen untuk mendorong
keberhasilan percepatan program reformasi birokrasi kejaksaan. Beberapa faktor
penentu yang sangat mempengaruhi keberhasilan reformasi birokrasi kejaksaan,
antara lain adalah :
1.Kemauan dan komitmen politik yang
kuat mulai dari pimpinan tertinggi Kejaksaan Rl sampai dengan level pimpinan
terendah dan diikuti oleh seluruh pegawai Kejaksaan;
2.Rasa kepemilikan terhadap program
Pembaruan Kejaksaan semakin kuat;
3.Adanya persamaan persepsi,
kepahaman, pandangan, dan cara berpikir setiap insan Kejaksaan bahwa Reformasi
Birokrasi harus dijalankan demi peningkatan kualitas hidup seluruh pegawai
Kejaksaan;
4.Konsistensi dan keberlanjutan
pelaksanaan Reformasi Birokrasi harus dijalankan sesuai dengan rancangan induk
Reformasi Birokrasi dan Peraturan Perundang-undangan yang ada;
5.Tersedianya dukungan dana untuk
pelaksanaan seluruh program Reformasi birokrasi dan peningkatan kesejahteraan
pegawai;
6.Dukungan dan partisipasi masyarakat.
7.Program Percepatan (Quick Wins) yang
jelas dan terarah yang terdiri dari :
1.Percepatan penanganan perkara dalam
rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam penegakan hukum
2.Ketersediaan akses informasi perkara
kepada publik
3.Transparansi penanganan pengaduan
masyarakat
8.Program Komunikasi Terpadu
1.Program Komunikasi Internal
(Pembenahan komunikasi internal antar unit)
2.Program Komunikasi Eksternal
(Pembenahan komunikasi dengan stakeholders Kejaksaan)
3.Pembenahan sistem informasi public.[21]
Dari sebelas faktor tersebut
yang lebih menentukan dalam reformasi birokrasi adalah kemauan pemimpin
kejaksaan Agung dan dukungan dari masyarakat. Kemauan Pemimpin sangat
menentukan perubahan dalam organisai kejaksaan agung, karena kita tahu bahwa
pemimpin memiliki fungsi sebagai penentu
kebijakan dan dukungan/ tekanan maupun
control dari masyarakat mampu untuk mempengaruhi sebuah kebijakan, dalam hal
ini kebijakan untuk melakukan reformasi birokrasi.
Akan tetapi Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan
pembaharuan aparatur dan pemerintah sangat tergantung dari kebutuhan dari
pemimpin nasional kita. Jika pemimpin politik nasional kita merasa butuh
melakukan perubahan, pasti perubahan itu dan pembaharuan aparatur itu akan
terwujud. Kebutuhan itu di dukung oleh kebijakan politik yang trategis dan
dijadikan suatu program nasional dengan dukungan seluruh komponen rakyat, maka
perubahan dan pembaharuan aparatur Negara / pemerintah bisa dilakukan.[22]
Reformasi birokrasi mempunyai
sejumlah isu strategis, pertama, reformasi memerlukan kepemimpinan yang dapat
memberikan inspirasi dan teladan bagi yang lain, membangun system dan
mengarahkan segenap langkah bersama menuju perubahan yang diinginkan.Kedua
reformasi memerlukan kesabaran, karena perubahan memerlukan waktu dan membawa
konsekwensi merubah diri. Reformasi memerlukan perubahan paradigma semua pihak
yang berada dalam keseluruhan program untuk menjadi spirit perubahan menuju
kondisi yang lebih baik dan dinamika yang lebih kondusif dalam menjawab
berbagai tantangan. Ketiga, reformasi birokrasi memerlukan bukti berupa
pelayanan public yang lebih baik guna memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga
Negara. Oleh karena itu perubahan system merupakan prasyarat keberhasilan
reformasi birokrasi. Mengingat dinamika tatanan masyarakat yang begitu cepat.[23]
Kemudian dalam melakukan reformasi
birokrasi dikejaksaan agung tidak terlepas dari peran masyarakat sipil karena
control dan tekanan dari masyarakat yang
bisa memberikan dampak yang positif untuk mewujudkan reformasi birokrasi
kejaksaan agung.reformasi birokrasi kejaksaan agung di arahak untuk mewujudkan
birokrasi yang profesionalisme, berwibawa dan melaksanakan tugas dan wewenang
dengan baik.
C. Kesimpulan
Dari beberapa hasil pembahasan diatas, maka
dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :
- Reformasi birokrasi yang harus dilakukan oleh kejaksaan Agung adalah mengenai aspek kelembagaannya, ketatalaksanaannya dan Sumber Daya Manusia misalnya system rekrutmen, penilaian kerja, peningkatan kapasitas. Jangjang karier, pengawasan dan remunerasi.kelembagaan disini berkaitan dengan kultur dan struktur dalam birokrasi kejaksaan Agung.
- Dengan Reformasi Birokrasi dikejaksaan Agung maka akan lebih tercipta komptensi dan profesionalisme dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab.
- Melalui Reformasi Birokrasi inilah sistem reward dan kesejahteraan aparat Kejaksaan akan ditingkatkan sehingga sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup yang layak dan tuntutan lain dalam menjalankan profesi dengan, integritas tinggi akuntabel dan terhormat.
- Ø Reformasi Birokrasi Kejaksaan akan tercipta lingkungan organisasi modern yang mengutamakan pelayanan publik dalam penegakan hukum, melalui perubahan sistem yang mencakup pembenahan kelembagaan, bisnis proses dan sumber daya manusi
- Perampingan birokrasi dalam lingkungan kejaksaan Agung sangat memungkinkan sekali, dengan melihat kemauan pemimpin kejaksaan Agung untuk melakukan reformasi birokrasi. Dengan perampingan birokrasi di kejaksaan Agung dapat mencegah terjadinya pungutan liar atau Korupsi-kolusi dan Nepotisme.
Daftar Pustaka
Temin,Tamin
“Reformasi birokrasi Analisis pendayagunaan Aparatur Negara”
Bandung : Belantika.2004.
Thoha,
Miftah “Birokrasi pemerintahan Indonesia
di Era Reformasi “Jakarta : kencana,2009.
Siagian,
Sondang. Patologi Birokrasi Analisis, Identifikasi dan Terapinya. Jakarta :
Ghalia 1994.
Joko
Widodo. Membangun Birokrasi Berbasis
Kinerja. Jawa Timur: Bayumedia 2005
Miftah
Toha. Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi. Yogyakarta : media Widya Mandala.
1991
Purbokusumo,Yuyun
dkk. Reformasi terpadu Pelayanan Publik
Pemerintah Profinsi DIY.Yogyakarta : kemitraan. 2006
Benveniste,
Gue, 1994. Birokrasi.Jakarata : Raja
Grafindo Persada
D,
Riant Rugroho . 2001, Reinventing
Indonesia Menata Ulang Manajemen Pemerintahan untuk pembangunan Indonesia baru dengan keunggulan Klobal. Jakarta:
Gramedia.
Agus
Pramusinto,Dr, Dr Erwan Agus Purwanto dkk,2009, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan
dan pelayanan Publik. Yogyakarta : Gava Media.
Dr
Samodra Wibawa, 2005. Reformarmasi
administrasi bunga rampai pemikiran admnistrasi Negara / public . Yogyakarta : Gaya Media
Mas’ud
Said, M. 2007. “Birokrasi dinegara
Birokratis, Masalah, Makna dan Dekontruksi Birokrasi Indonesia
Webside Kejaksaan Agung..http://www.kejaksaan.go.id/reformasi_birokrasi
[1]
Riant Rugroho D. 2001, Reinventing
Indonesia Menata Ulang Manajemen Pemerintahan untuk pembangunan Indonesia baru dengan keunggulan Klobal. Jakarta:
Gramedia hlm 403-405
[2]
Miftah, Toha,2009 Birokrasi Pemerintah Indonesia di era Reformasi. Jakarta:
kencana hlm 11
[3]
Feisal Tamin.2004 Reformasi birokrasi Analisis
pendayagunaan Aparatur Negara. Bandung : Belantika. hlm 73
[4]
Benveniste, Gue, 1994. Birokrasi.Jakarata
: Raja Grafindo Persada hlm X
[5]
Ibid hlm 75
[6] http://www.kejaksaan.go.id/reformasi_birokrasi.
[7]
Perkuliahan Teori Organisasi Dan Manajemen Publik oleh Bapak Prof. Miftah Toha,
pada tanggal 14 April 2010
[8]
Miftah Toha Op.cip hlm 130
[9]
M. Mas’ud Said “2007. Birokrasi dinegara
Birokratis, Masalah, Makna dan Dekontruksi Birokrasi Indonesia “hlm 106
[10]
Miftah Toha, op,cip hlm 79.
[11]
Feisal Tamin. Op.cip hlm 89-90
[12]
Sondang P.Siagian.1994. Patologi
Birokrasi Analisis, Identifikasi dan Terapinya. Jakarta : Ghalia Hlm 36
[13]
Joko Widodo.2005. Membangun Birokrasi
Berbasis Kinerja. Jawa Timur: Bayumedia 2005 Hlm 121-122
[14]
Ibid hlm 106-109
[15]
Joko Widodo op,cip. Hlm 126-127
[16] Miftah Toha.1991 “Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi”. Yogyakart :media Widya
Mandala. Hlm 8
[18]
Miftah Thoha, Op.cip .hlm 106-107
[19]
Dr Samodra Wibawa, 2005. Reformarmasi
administrasi bunga rampai pemikiran admnistrasi Negara / public . Yogyakarta : Gaya Media hlm 108
[20]
Dr. Agus Pramusinto, Dr Erwan Agus Purwanto dkk,2009, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan
dan pelayanan Publik. Yogyakarta : Gava Media, hlm 85
[21] http://www.kejaksaan.go.id/reformasi_birokrasi.
[22]
Miftah Toha.op.cip hlm 197
[23]
Yuyun Purbokusumo,dkk. 2006. Reformasi
terpadu Pelayanan Publik Pemerintah Profinsi DIY.Yogyakarta:kemitraan.2006
Hlm 55-56
thank's artikelnya..
BalasHapuswww.kiostiket.com